Sabtu, 25 Mei 2013

Pengolahan besi dan baja

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Besi adalah unsur yang paling berlimpah keempat setelah oksigen, silikon, dan aluminium. Selain itu besi merupakanlogam yang paling luas dan paling banyak penggunaanya. Hal tersebut disebabkan tiga alasan, yaitu bijih besi relatif melimpah di berbagai penjuru dunia, pengolahan besi relatif murah dan mudah, sifat-sifat besi yang mudah di modifikasi.
Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan butiran-butiran dari mineral non logam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan tourmalin. mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan hematit, Titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan andesitik volkanik. Untuk mengolah bijih besi untuk menghasilkan logam besi dilakukan dalam tanur sembur (blast furnace).
Karakter dari endapan besi dapat berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Besi biasanya ditemukan dalam bentuk magnetit (Fe3O4) dengan kandungan Fe 72,4%, hematit (Fe2O3) dengan kandungan Fe 70,0% , limonit (Fe2O3.nH2O) dengan kandungan Fe 59-63% atau siderit (FeCO3) dengan kandungan Fe 48,2%.
2.1 Sejarah Pembuatan Besi dan Baja
            Besi dan baja merupakan logam yang banyak digunakan dalam teknik; dan meliputi 95% dari seluruh produksi logam dunia. untuk penggunaan tertentu, besi dan baja merupakan satu-satunya logam yang memenuhi persyaratan teknis maupun ekonomis, namun di beberapa bidang lainnya logam ini mulai mendapat persaingan dari logam bukan besi dan bahan bukan logam. diperkirakan bahwa besi telah dikenal manusia disekitar tahun 1200 SM.

            Proses pembuatan baja diperkenalkan oleh Sir Henry Bessemer dari Inggris sekitar tahun 1800, sedang William Kelly dari Amerika pada waktu yang hampir bersamaan berhasil membuat besi malleable. hal ini menyebabkan timbulnay persengketaan mengenai masalah paten. Dalam sidang-sidang pengasilan terbukti bahwa WIlliam Key lebih dahulu mendapatkan hak paten.









BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengolahan Besi dengan Metode Tanur Sembur (blast furnace)
            Proses pengolahan bijih besi untuk menghasilkan logam besi dilakukan dalam tanur sembur (blast furnace). Tanur sembur berbentuk menara silinder dari besi atau baja dengan tinggi sekitar 30 meter dan diameter bagian perut sekitar 8 meter. Bagian puncak yang disebut dengan Hopper, dirancang sedemikian rupa sehingga bahan – bahan yang akan diolah dapat dimasukkan dan ditambahkan setiap saat. Bagian bawah puncak, mempunyai lubang untuk mengeluarkan hasil – hasil yang berupa gas. Bagian atas dari dasar (kurang lebih 3 meter dari dasar), terdapat pipa – pipa yang dihubungkan dengan empat buah tungku dimana udara dipanaskan (sampai suhunya kurang lebih 1.100o C). udara panas ini disemburkan ke dalam tanur melalui pipa – pipa tersebut. Bagian dasar tanur, mempunyai dua lubang yang masing – masing digunakan untuk mengeluarkan besi cair sebagai hasil utama dan terak (slag) sebagai hasil samping.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjb73x8nvNZceYojMhT_YdoU2jQ7LcS2Sbo9Pcr8w9Si7RitJsgnhr8L48bEcFjdWFJTT6Wr4bUZ8fgi769nTDFNTWys7U-BwEx8MG8W7Gx3pYix-O4M-0uDmpK3BOaTHlYUGYhOoctH8M/s320/tanur+besi.JPG
Gambar 2.1 alat tanur sembur (blast furnace)
Secara umum proses pengolahan besi dari bijihnya dapat berlangsung dengan memasukkan bahan-bahan ke dalam tanur berupa bijih besi yang berupa hematit (Fe2O3) yang bercampur dengan pasir (SiO2) dan oksida – oksida asam yang lain (P2O5 dan Al2O3), bahan – bahan pereduksi yang berupa kokas (karbon), bahan tambahan yang berupa batu kapur (CaCO3) yang berfungsi untuk mengikat zat – zat pengotor.
Udara panas dimasukkan di bagian bawah tanur sehingga menyebabkan kokas terbakar. Reaksi ini sangat eksoterm (menghasilkan panas), akibatnya panas yang dibebaskan akan menaikkan suhu bagian bawah tanur sampai mencapai 1.900o C
C(s) + O2(g) -> CO2(g) (1)
gas CO2 yang terbentuk kemudian naik melalui lapisan kokas yang panas dan bereaksi dengannya lagi membentuk gas CO. Reaksi kali ini berjalan endoterm (memerlukan panas) sehingga suhu tanur pada bagian itu menjadi sekitar 1.300o C
CO2(g) + C(s) -> CO(g) (2)
gas CO yang terbentuk dan kokas pada temperatur 5000 C mereduksi bijih besi (Fe2O3) menjadi Fe3O4
3Fe2O3(s) + CO(g) -> 2Fe3O4(s) + CO2(g) (3)
selain itu pada bagian yang lebih rendah dengan temperatur 850o C, Fe3O4 yang terbentuk akan direduksi menjadi FeO
Fe3O4(s) + CO(g) -> 3FeO(s) + CO2(g) (4)
selanjutnya pada bagian yang lebih bawah lagi dengan temperatur 1.000o C, FeO yang terbentuk akan direduksi menjadi logam besi.
FeO(s) + CO(g) -> Fe(l) + CO2(g) (5)
Besi cair yang terbentuk akan mengalir ke bawah dan mengalir di dasar tanur. Sementara itu, di bagian tengah tanur yang bersuhu tinggi menyebabkan batu kapur terurai.
CaCO3(s) -> CaO(s) + CO2(g) (6)
kemudian di dasar tanur CaO akan bereaksi dengan pengotor dan membentuk terak (slag) yang berupa cairan kental.
CaO(s) + SiO2(s) -> CaSiO3(l) (7)
3CaO(s) + P2O5(g) -> Ca3(PO4)2(l) (8)
CaO(s) + Al2O3(g) -> Ca(AlO2)2(l) (9)
akhirnya besi cair turun ke dasar tanur sedangkan terak (slag) yang memiliki massa jenis lebih rendah daripada besi cair akan mengapung di permukaan dan keluar pada saluran tersendiri.
Cairan besi yang diperoleh dari tanur ini disebut besi gubal dan mengandung 95% besi, 4% karbon, sisanya silikon dan fosfor. Besi gubal didinginkan dan digunakan sebagai besi tuang, sedangkan hasil samping berupa bara digunakan untuk proses pembuatan semen.
        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar